Dalam artikel di Mongabay Indonesia, Nisa Syahidah mengeksplorasi bagaimana organisasi berbasis masyarakat di Indonesia mendukung komunitas nelayan untuk beradaptasi dengan normal baru, yang dibawa oleh pandemi COVID-19.
Terjemahan Inggris:
Mendukung komunitas nelayan menuju normal baru
Unu Asumbo menghitung rupiah di tangannya. Dia baru saja menjual hasil tangkapannya melalui FishFresh, sebuah inisiatif dari Pengelolaan Sumber Daya Alam Gorontalo (Jepang) Jaringan Advokasi untuk memasarkan ikan secara online bagi para nelayan yang terdampak pandemi.
Unu adalah seorang nelayan dari Desa Torosiaje Jaya, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo – sebuah desa Bajau sekitar 100 kilometer dari ibu kota Pohuwato, Marisa. Nama desa ini juga konon berasal dari bahasa Bajo – toro artinya tanjung, dan siaje artinya persinggahan.
Seperti banyak nelayan di seluruh Indonesia, Unu merasakan pahitnya pandemi COVID-19. Dia juga berurusan dengan pergeseran ke musim angin selatan, ketika angin kencang mulai datang dari selatan; gelombang laut yang tinggi pada saat ini tahun tidak terlalu ramah untuk nelayan. Biasanya dia bisa menangkap banyak ikan, termasuk ikan bubara, kakap, dan makarel. Tapi sekarang tangkapannya berkurang, dan terkadang dia tidak menangkap apa-apa.
Sebelum pandemi, Unu akan menjual ikannya ke pemasok lokal. Hidupnya berubah total ketika pemasok berhenti beroperasi karena pandemi. Rantai pasok perikanan hampir berhenti dan pendapatannya turun drastis seiring harga bubara dan kakap turun lebih dari 50%.
Unu awalnya hanya menjual ikan di pasar lokal, atau menangkapnya untuk dimakan di rumah bersama istri dan ketiga anaknya. Sejak itu, ia bergabung dengan inisiatif FishFresh yang didirikan oleh Japesda yang menghubungkan nelayan dengan konsumen di kota Gorontalo dan sekitarnya.
Japesda memfasilitasi penjualan agar nelayan skala kecil mendapatkan pengakuan dan harga yang wajar atas usaha penangkapannya yang ramah lingkungan. “Kekhawatiran awal saya adalah hasil tangkapan saya tidak akan dijual, tetapi dengan bantuan FishFresh saya menjualnya di kota,” kata Unu.
“FishFresh didirikan setelah kami memetakan potensi perikanan di pantai Gorontalo Maret lalu. Kami menemukan hasil tangkapan nelayan cukup melimpah, namun harga jualnya relatif rendah. Jadi, kami berusaha membantu memasarkan produk nelayan melalui FishFresh, dan petani melalui Ramba-Ramba online,” kata Nur Ain Lapolo, Direktur Japesda.
“Ini tidak hanya menguntungkan petani dan nelayan, tetapi juga memudahkan pembeli di Kota Gorontalo yang pesanannya bisa diantar ke rumah,” tambah Nur Ain Lapolo.
Pemberdayaan masyarakat nelayan di Kalimantan Barat
Di Desa Sungai Nibung, Kecamatan Teluk Pakedai, Kubu Raya, Alek dan Jaka merasakan hal yang sama dengan Unu. Keduanya adalah nelayan yang menangkap kepiting, ikan dan udang – invertebrata yang hidup di kawasan hutan mangrove Sungai Nibung. Alek telah menjadi nelayan selama lebih dari 45 tahun. Jaka lebih muda, pada usia 20 tahun.
Alek dan Jaka merasakan dampak penurunan harga sebesar 30%, sehingga mereka tidak melaut karena tidak bisa menjual hasil tangkapannya dengan harga yang pantas. Keduanya tergabung dalam Layanan Usaha Masyarakat Konservasi (PUMK). PUMK merupakan program yang digagas oleh Yayasan Planet Indonesia (YPI) di Kalimantan Barat untuk mendukung masyarakat pesisir melindungi sumber daya alam mereka melalui penguatan ekonomi lokal.
Alek dan Jaka telah menjadi anggota PUMK selama tiga tahun, dimana mereka belajar menabung dan merencanakan keuangan, sambil terlibat dalam berbagai kegiatan konservasi bersama YPI. Sebagai bagian dari program, mereka bekerja untuk menjaga dan mengelola Hutan Desa Sungai Nibung, agar manfaatnya tetap lestari. Misalnya melalui sistem sungai terbuka dan tertutup, dimana masyarakat (didukung oleh YPI) menerapkan larangan penangkapan ikan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini memungkinkan habitat untuk memulihkan dan memungkinkan ikan, udang, dan kepiting untuk berkembang biak. Baik Alek maupun Jaka juga ikut berpatroli di kawasan sungai saat ditutup.
Sebagai anggota PUMK, mereka berhak atas dana kesejahteraan sebesar Rp750,000 untuk meringankan beban dampak pandemi.
“Dana ini membantu saya untuk membeli sembako dan umpan kepiting,” kata Jaka. “Dengan uang itu, saya pastikan untuk menggunakan uang itu secara bertanggung jawab, seperti tidak membeli alat tangkap yang ilegal atau tidak ramah lingkungan,” tambahnya.
PUMK bertujuan untuk memperkuat permodalan anggota masyarakat dalam mengembangkan usaha produktif, serta memfasilitasi pemasaran produksi berkelanjutan melalui skema koperasi konservasi yang mengatasi akar penyebab hilangnya keanekaragaman hayati di ekosistem yang rentan.
PUMK menghimbau kepada anggotanya untuk menyisihkan uang dari dana tersebut untuk ditabung. “Saya dapat membeli alat tangkap dari tabungan di PUMK, tidak perlu meminjam uang dari pengepul atau pemilik bagan di desa,” kata Alek.
“Saya juga berharap kedepannya PUMK di Sungai Nibung terus maju dan meningkat sehingga saya bisa terus menabung,” ujar Alek lagi kepada Mizan, staf YPI di Kubu Raya.
Dukungan menyeluruh
Japesda dan YPI melakukan pendekatan holistik dalam program konservasi bersama masyarakat. YPI mengintegrasikan konservasi ekosistem dan diversifikasi mata pencaharian melalui dukungan berkelanjutan antara hubungan masyarakat (sosial), ekonomi dan alam (ekologi).
Selain mendukung masyarakat dalam konteks ekonomi, YPI menjalankan program kesehatan yang disebut Keluarga Sehat, untuk meningkatkan akses perempuan dan remaja terhadap layanan kesehatan. Program ini juga menawarkan pendidikan literasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan sejak usia dini.
YPI mendorong pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan melalui program perikanan. Hal ini bertujuan untuk melindungi ekosistem mangrove dengan menerapkan sistem tutupan pantai sementara dengan melibatkan masyarakat untuk melestarikan biota laut secara berkelanjutan.
“PUMK adalah tulang punggung dari keseluruhan program kami untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang dengan demikian akan berdampak pada pelestarian lingkungan dalam mendukung upaya konservasi secara luas di Kalimantan Barat,” kata Miftah, Manajer Pemberdayaan Masyarakat, YPI.
“Saat ini kami sedang mengidentifikasi kebutuhan di tingkat masyarakat, sehingga membantu kami mengambil langkah-langkah strategis ke depan untuk memperkuat program dan ketahanan masyarakat,” tambah Miftah.
Sementara itu, Japesda memiliki mimpi serupa di Gorontalo, “Menyambut new normal, divisi pengembangan ekonomi Japesda akan terus mengembangkan FishFresh dan Ramba-Ramba secara online dengan melihat peluang pasar dan bekerja sama dengan beberapa mitra potensial untuk membantu nelayan, petani, dan usaha kecil. dalam memasarkan produknya secara online,” kata Ain.
Japesda juga memperkuat ketahanan masyarakat dengan mendirikan warung makan lokal di desa-desa tempat mereka bekerja, sehingga anggota masyarakat dapat memperoleh penghasilan dari menjual batang bakau, abon ikan teri, kecap ikan roa, keripik singkong, pia coklat, minyak kelapa murni dan banyak lagi.
Menuju normal baru
Pandemi COVID-19 telah menciptakan new normal, dan permintaan pasar kini berangsur-angsur meningkat kembali. Jaka dan Alek kini kembali melaut, namun tetap menjalankan aturan social distancing dan memperhatikan kesehatan mereka.
Unu juga kembali melaut karena pasar lokal sudah mulai dibuka dan pembeli kembali ramai, namun harganya masih relatif murah. Mungkin, ini karena sebagian besar masyarakat, baik pembeli lokal, pengepul ikan, maupun masyarakat dari luar desa masih berusaha untuk pulih dari kondisi ekonomi yang lemah akibat pandemi.
Ada banyak harapan bagi para nelayan ini saat mereka beradaptasi dengan normal baru. Bagi Jaka, dia ingin mendapatkan kapal baru untuk memaksimalkan hasil tangkapan yang meningkat. “Saya berharap para nelayan bisa terus terpelihara dan terbantu,”. Jaka juga berharap ke depannya bisa beraktivitas tanpa dibayangi rasa takut lagi.
“Semoga ke depan harga beli yang ditawarkan kepada nelayan yang menangkap ikan dengan cara yang ramah lingkungan bisa dihargai dengan harga yang cukup tinggi,” Unu juga menyampaikan harapannya.
Bagi Unu dan rekan-rekan nelayan di Gorontalo dan daerah lain di Sulawesi Tengah seperti Kabupaten Banggai, situasi semakin menantang dengan datangnya musim angin selatan. Pada musim ini, risiko melaut jauh lebih tinggi, karena kondisi laut yang berbahaya dapat membuat penangkapan ikan lebih menantang dan mempengaruhi hasil tangkapan.
Jalipati Tuheteru, pendamping ladang Japesda di Desa Uwedikan, Kecamatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, mengungkapkan nelayan kini memilih menggarap lahan untuk menambah penghasilan, misalnya membuat perahu atau memperbaiki alat tangkap.
Dengan berbagai krisis yang dihadapi nelayan di masa depan, penting bagi organisasi untuk meningkatkan jaminan sosial masyarakat yang mereka dukung. Misalnya melalui diversifikasi mata pencaharian nelayan dan program perencanaan keuangan bagi keluarga nelayan.
“Tantangan ke depan bagi nelayan adalah mendukung akses pasar dan memahami bagaimana kondisi pasar di era new normal ini dapat tetap stabil sekaligus mendukung sumber daya ekonomi masyarakat nelayan,” kata Miftah.
“Kemudian, di tingkat lokal juga perlu dilakukan diversifikasi produk perikanan, agar ketahanan ekonomi masyarakat tetap dapat terbangun di saat krisis.”