Hukum dan kebijakan perikanan Indonesia saat ini didominasi oleh model tata kelola yang hierarkis atau terpusat yang memiliki beberapa kekurangan dibandingkan dengan tata kelola partisipatif. Tata kelola perikanan gurita di empat desa Bulutui, Gangga Satu, Popisi, dan Darawa di Sulawesi, Indonesia menghadirkan model tata kelola perikanan partisipatif yang unik. Dalam makalah ini, kami menggunakan model tata kelola perikanan TS Gray untuk mengidentifikasi praktik terbaik tata kelola perikanan partisipatif di tingkat desa (de facto) dan menganalisis undang-undang perikanan Indonesia (de jure) untuk mendukung praktik terbaik di dalamnya. Studi ini menunjukkan bahwa dari keempat model tata kelola perikanan partisipatif, penerapan pendekatan hybrid antara community partnership dan co-management merupakan model kemitraan yang paling sesuai (de jure dan de facto). Model hibrid dapat diterapkan untuk kedua desa dengan masyarakat adat, yaitu masyarakat di mana klaim tenurial adat masih dipraktekkan, diakui oleh hukum dan dihormati oleh masyarakat pendatang, dan untuk desa-desa dengan masyarakat non-adat. Disarankan agar kebijakan perikanan gurita memasukkan tata kelola partisipatif di masa depan untuk memungkinkan partisipasi aktif masyarakat dalam mengelola perikanan mereka dengan status hukum yang jelas.